Langsung ke konten utama

 Kaidah Pantun

Tema: Kaidah Pantun

Resume ke: 13

Gelombang: 29

Tanggal: 24 Juli 2023

Narasumber: Miftahul Hadi, S.Pd

Moderator: Gina Dwi Septiani, S.Pd.,M.Pd

    Seperti biasa, pertemuan KBMN-29 dimulai pukul 19.00 WIB. Melalui WA grup Mbak Gina Dwi Septiani selaku moderator membuka pertemuan malam ini dengan memandu peserta untuk berdoa sesuai keyakinan masing-masing. Yang selanjutnya mbak Gina berpantun ria dalam menyambut sang narasumber malam ini, Mas Miftahul Hadi.

Pergi ke pasar membeli delima

Pulangnya mampir ke toko zaitun

Marilah kita sambut bersama-sama

Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun

    Mas Miftahul Hadi adalah seorang guru kelas di SDN 1 Demak dan juga guru penggerak. Beliau juga menjadi finalis Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun (kategori guru) tingkat ASEAN. Dan sudah banyak sekali karya-karya beliau.

Seketika Mas Miftah membalas pantun dengan pantun sesuai dengan materi malam ini, Kaidah Pantun.

Mawar sekuntum kecillah dahan,

Daun salam tumbuh di kota,

Assalamualaikum saya ucapkan,

Sebagai salam pembuka kata.

    Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende.

Contoh:

Molo mandurung ho dipabu,

Tampul si mardulang-dulang,

Molo malungun ho diahu,

Tatap siru mondang bulan.


Artinya:

Jika tuan mencari paku,

Petiklah daun sidulang-dulang,

Jika tuan rindukan daku,

Pandanglah sang bulan purnama.

    Sedangkan di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan.

Contoh:

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana dunya akhirat.


Artinya:

Rajinlah minum jamu,

Agar kuatlah urat,

Rajinlah menuntut ilmu,

Berguna bagi dunia akhirat.

    Pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.

Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

Kang endi sing durung ana.


Artinya:

Semua bergelung konde,

Manakah yang gelung Jawa,

Semua telah ada yang punya,

Mana yang belum dipunya.

   Perlu kita ketahui bahwa pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage.

    Dengan penetapan tersebut, bukan berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda dunia, pantun harus terus dikaji, ditulis sehingga terus lestari di masyarakat.

    Ada beberapa definisi pantun yang perlu kita ketahui. Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019).

    Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019).

    Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020). Selain untuk komunikasi sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah. 

    Untuk mengembalikan marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar.

    Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Adapun ciri-ciri pantun sebagai berikut:

* Satu bait terdiri atas empat baris

* Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

* Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

* Bersajak a-b-a-b

* Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

* Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud

Pada gambar di bawah ini jelas adanya perbedaan antara pantun dengan karya sastra lainnya.


Contoh syair:

Ke sekolah janganlah malas,
Belajar rajin di dalam kelas,
Jaga sikap janganlah culas,
Agar hati tak jadi keras.

Contoh gurindam:

Jika selalu berdoa berdzikir,
Ringan melangkah jernih berpikir.

    Mas Miftah juga memberikan tips cara mudah membuat pantun dengan cepat. 
1. Pahami terlebih dahulu ciri-ciri pantun. 
2. Kuasai perbendaharaan kata.
Contoh:
        a. Tahu, bahu, perahu, suhu.
        b. Baik, naik, Daik, asyik.
        c. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.
        d. Datang, petang, batang, kentang.
        e. Suka, cempaka, cuka, Malaka.
    Perbendaharaan kata bermanfaat agar Rima bisa sama. Karena sejatinya pantun menonjolkan                keindahan kata. Usahakan dalam memilih kata untuk Rima, jangan hanya satu huruf akhir yang sama     bunyinya, minimal dua atau tiga huruf.
3. Dalam membuat pantun akan lebih mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.
Dalam menulis pantun usahakan menghindari penggunaan nama merk dagang, nama orang.

    Ada beberapa poin penting dari sesi tanya jawab, antara lain:
1. Cermati ciri-ciri pantun terutama mengenai sajak akhir baris pertama dan ketiga.
2. Kaidah pantun harus bersajak a-b-a-b, bila bersajak a-a-a-a akan mengurangi keindahan pantun itu        sendiri.
3. Alangkah baiknya pantun menggunakan empat atau lima kata, terkait jumlah suku kata yang akan        dihasilkan. 
4. Dalam mengajarkan pantun perlu memperbanyak perbendaharaan kata terlebih dahulu, memberikan     tebakan, setelah itu baru diajarkan pantun kepada siswa.
5. Pantun juga memiliki rima awal, tengah, maupun akhir, serta rima lengkap.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

 Writing By Heart Tema:   Writing By Heart Resume ke: 26 Gelombang: 29 Tanggal: 23 Agustus 2023 Narasumber : Mutmainah, M.Pd Moderator : Widya Arema      BAAAM! Dari jarak sepuluh kilometer , melesat keluar dari dalam lautan seekor ikan raksasa-setidaknya bentuknya masih mirip ikan. Masih jauh, tapi sudah terihat besar sekali, lebih besar dibanding gurita yang mengejar kami beberapa hari lalu. Ikan ini memiliki enam tanduk, ekornya panjang dengan sirip-sirip melengkung bagai surai. Kulitnya berwarna kuning keemasan, memantulkan cahaya matahari. Aku mengeluh, tidakkah urusan ini  bisa lebih mudah? Kami bertiga masih dalam kondisi terikat, tidak bisa meloloskan diri, tidak bisa bergerak, ditambah lagi ikan raksasa ini.       “BAAAM! Lima belas detik terbang di udara, ikan raksasa itu berdebam kembali memasuki lautan, membuat ombak tinggi, bagai gelombang tsunami puluhan meter. Hitungan detik, gelombang itu tiba, kapal kami yang terikat jangkar, terbanting kesana-kemari. Hanya karena jari
Tema: Writing is my passion, produktif di usia senja Resume ke : 2 Gelombang: 29 Tanggal: 21 Juni 2023 Narasumber: Sri Sugiastuti, M.Pd Moderator: Sigid Purwo Nugroho, S.H     Rabu, 21 Juni 2023 pertemuan kedua  melalui WA grup KBMN-29 dimulai tepatnya pukul 19.00 WIB. Sama halnya seperti pertemuan pertama kemarin, namun kali ini materi disampaikan dengan voice note.       Pertemuan kali ini mengangkat tema Writing is my passion, produktif di usia senja dengan moderator bapak Sigid Purwo Nugroho dan narasumber yang sangat luar biasa, seorang pegiat literasi dan sangat menginspirasi beliau adalah Sri Sugiastuti, M.Pd biasa disapa Bunda kanjeng.     Dipaparkannya terkait biodata beliau yang sempat mengajar di jakarta hingga 1990, tahun dimana saya belum dilahirkan bahkan belum diproses, hehe. Itu tandanya bahwa usia Bunda Kanjeng sudah tidak muda lagi namun semangatnya luar biasa menjadikannya istimewa. Alasan bunda mau berkiprah di KBMN ini adalah berkiblat dari pengalamannya yang sudah
 Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis Tema: Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis Resume ke: 15 Gelombang: 29 Tanggal: 28 Juli 2023 Narasumber : Yulius Roma Patandean, S.Pd Moderator : Purbaniasita Kusumaning Sedyo, S.Pd     Tak terasa kelas belajar menulis sudah memasuki pertemuan ke-15, setengah perjalanan.  Seperti biasa, moderator malam ini bu Purbaniasita (panggilan Sita) mengawali pertemuan dengan salam dan membimbing seluruh peserta untuk berdoa terlebih dahulu.     Setelah berdoa, Bu Sita memperkenalkan narasumber yang luar biasa malam ini, Pak  Yulius Roma Patandean. Beliau  berasal dari Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan.  Beliau mempunyai banyak prestasi diantaranya adalah p emenang ketiga lomba kreatifitas guru tingkat SMA  pada Porseni PGRI  provinsi Sulawesi Selatan tahun 2017,  Guru berprestasi jenjang SMA provinsi Sulawesi Selatan tahun 2021,  Peraih 2 medali emas dan 3 medali perunggu Gurulympic tahun 2020, d an masih banyak prestasi lain yang beliau dapatkan.